
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
PAMERAN
BATU AKIK - Peserta pameran memperlihatkan beragam batu akik pancawarna
Bungbulang, Garut koleksinya yang akan dijual di stan Rajawali Gemstone
dalam acara Gem Stone Festival di Gedung RRI Bandung, Jalan Diponegoro,
Kota Bandung, Selasa (24/2/2015). Pameran yang menghadirkan puluhan
stan tersebut diserbu ribuan pengunjung pecinta batu akik.
SIAPA yang tidak kenal dengan batu akik? Batu akik memiliki
bahasa ilmiah yakni gemstone (batu mulia) atau precious stone (batu
setengah mulia). Seperti yang dijelaskan oleh Kemala Wijayanti selaku
asisten dosen dari Fakultas Teknik Geologi, batu akik sebetulnya mineral
yang keterbentukannya dari pembetukan magma. Karena terbentuknya
memiliki perbedaan tempat, kedalaman, dan pembekuannya, maka dari itu
jenis dan warnanya beragam karena memiliki ikatan kimia yang beda di
setiap batunya.
"Jadi, yang mempengaruhi warna dan kekerasannya itu
bisa dari temperatur keterbentukannya, komposisi kimia magma dan
tekanan,"tuturnya.
Beberapa tahun yang lalu, kegemaran masyarakat mengoleksi dan
'menggosok' batu ini mulai mewabah lagi setelah beberapa saat sempat tak
pernah terdengar. Dimana-mana, hampir semua orang pasti membicarakan
batu yang satu ini, mulai dari warna-warna batu tersebut sampai dengan
harga pasarannya. Akibat Nge-trend nya batu ini, menjadikan trotoar yang
biasa digunakan untuk berjalan kaki, kini beralih fungsi menjadi tempat
berdagang batu akik.
Mungkin, di antara kalian sering melihat atau menemukan pemakai batu
berwarna unik ini oleh kakek atau ayah kalian. Namun sekarang, dengan
gencarnya media memberitakan tentang batu akik, membuat 'demam' ini
meradang ke segala penjuru usia. Sekarang tak aneh lagi jika anak yang
masih duduk di bangku sekolah menengah atas, memakai batu alam tersebut
untuk sebuah aksesori.
Seperti yang dialami Hilma (17) yang memakai cincin batu akik
berwarna merah terang. Rasa penasaran Hilma pada batu akik diawali
dengan melihat ayah dan saudaranya memakai batu tersebut dan akhirnya ia
pun turut mengoleksi batu tersebut sejak dua bulan lalu.
"Katanya kan batu ini ada khasiatnya dan jadi ngerasa jadi lebih
percaya diri," tutur siswa kelas 12, SMAN 8 Bandung ini disela-sela
kegiatan sekolahnya.
Sama halnya dengan Gama (19) yang juga gemar mengoleksi batu akik sejak empat bulan lalu. Gama menuturkan bahwa batu akik yang ia pakai kebetulan adalah batu turun temurun dari sang kakek. Gama yang juga siswa kelas 12 di SMAN 8 Bandung ini mengatakan, dengan memakai cincin berbatu akik terlihat lebih elegan.
Sama halnya dengan Gama (19) yang juga gemar mengoleksi batu akik sejak empat bulan lalu. Gama menuturkan bahwa batu akik yang ia pakai kebetulan adalah batu turun temurun dari sang kakek. Gama yang juga siswa kelas 12 di SMAN 8 Bandung ini mengatakan, dengan memakai cincin berbatu akik terlihat lebih elegan.
"Kalau cincin lain hanya bentukan dari besi, kan kalau batu akik itu dari batu asli jadi terlihat lebih keren," katanya.
Dr. Zaenal Abidin, M.SI, dosen dari Fakultas Psikologi Unpad
mengatakan, demam batu akik jika dilihat dari kacamata psikologi
termasuk sebagai penularan perilaku.
"Katakanlah kita ada disebuah tempat yang sedih, kita juga akan terbawa yang sedih," jawabnya memberi contoh.
"Katakanlah kita ada disebuah tempat yang sedih, kita juga akan terbawa yang sedih," jawabnya memberi contoh.
Penularan perilaku ini, menurut Zaenal yang diwawancarai via telepon
pada Selasa (3/3) adalah hal yang wajar. Zaenal berpendapat bahwa ada
hal positifnya karena bisa menaikan ekonomi rakyat. Tetapi, tambahnya,
dalam penularan perilaku ini masyarakat Indonesia cenderung hanya
meniru-niru. "Sebentar lagi juga melempem," katanya.(tj1)
sumber: tribunnews.com
0 komentar:
Posting Komentar